Jumat, 22 Januari 2010

PEMANASAN GLOBAL

PEMANASAN GLOBAL
Pemanasan global / Global warming adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi.Temperatur rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.18 °C selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca.

Meningkatnya temperatur global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya muka air laut, meningkatnya intensitas kejadian cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser dan punahnya berbagai jenis hewan. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.




Penyebab pemanasan global

1. Efek rumah kaca

Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini mengenai permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini sebagai radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbondioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana kaca dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya. Sebenarnya, efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi, akibat jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer, pemanasan global menjadi akibatnya.

2.Efek umpan balik

Efek-efek dari agen penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara hingga tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara,kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya dapat dibalikkan secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.

Efek-efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan radiasi infra merah balik ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat

Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es.Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersama dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.

Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.

Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.



3.Variasi Matahari

Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.

Dampak pemanasan global
1. Cuaca
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat. Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.
2. Tinggi muka laut

Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi. Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 - 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21. Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.
3.Pertanian
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.

4. Hewan dan tumbuhan

Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.
5. Kesehatan manusia
Di dunia yang hangat, para ilmuan memprediksi bahwa lebih banyak orang yang terkena penyakit atau meninggal karena stress panas. Wabah penyakit yang biasa ditemukan di daerah tropis, seperti penyakit yang diakibatkan nyamuk dan hewan pembawa penyakit lainnya, akan semakin meluas karena mereka dapat berpindah ke daerah yang sebelumnya terlalu dingin bagi mereka. Saat ini, 45 persen penduduk dunia tinggal di daerah di mana mereka dapat tergigit oleh nyamuk pembawa parasit malaria; persentase itu akan meningkat menjadi 60 persen jika temperature meningkat. Penyakit-penyakit tropis lainnya juga dapat menyebar seperti malaria, seperti demam dengue, demam kuning, dan encephalitis. Para ilmuan juga memprediksi meningkatnya insiden alergi dan penyakit pernafasan karena udara yang lebih hangat akan memperbanyak polutan, spora mold dan serbuk sari.
Read More……

Senin, 14 Desember 2009

Statistik Uji Kruskal-Wallis (Seri 3. Non-Parametrik)

Seri ketiga dari seri tulisan mengenai statistik non-parametrik ini, akan membahas mengenai Statistik Uji Kruskal-Wallis, contoh perhitungan manualnya dan aplikasi pada program statistik SPSS.
Analisis varians satu arah berdasarkan peringkat Kruskal-Wallis pada statistik non-parametrik dapat digunakan pada sampel independent dengan kelompok lebih dari dua. Statistik uji Kruskal-Wallis dapat dituliskan sebagai berikut:


Dimana : N = jumlah sampel
Ri = jumlah peringkat pada kelompok i
ni = jumlah sampel pada kelompok i
Untuk memahami rumus prosedur tersebut, diberikan contoh sebagai berikut: Sebuah perusahaan ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan keterlambatan masuk kerja antara pekerja yang rumahnya jauh atau dekat dari lokasi perusahaan. Misalkan jarak rumah dikategorikan dekat ( kurang dari 10 km), sedang (10 – 15 km) dan jauh ( lebih dari 15 km). Keterlambatan masuk kerja dihitung dalam menit keterlambatan selama sebulan terakhir.
Penelitian dilakukan pada tiga kelompok pekerja dengan sampel acak, dengan masing-masing sampel untuk yang memiliki jarak rumah dekat sebanyak 10 sampel, jarak sedang sebanyak 8 sampel dan jauh sebanyak 7 sampel.
Data hasil penelitian dan prosedur untuk mendapatkan statistik uji Kruskal-Wallis diberikan pada tabel berikut:

Kolom (1), (2) dan (3) adalah data pekerja menurut jarak rumah dan menit keterlambatan. Kolom (4), (5) dan (6) adalah rangking dari keterlambatan. Rangking disusun dari nilai keterlambatan terkecil sampai terbesar, tanpa membedakan kelompok jarak rumah pekerja.
Selanjutnya lakukan penjumlahan rangking untuk masing-masing kelompok, yang terlihat pada baris Ri. Kemudian, kuadratkan masing-masing jumlah peringkat tersebut.
Dari data tersebut, maka dapat dihitung statistik uji Kruskal-Wallis sebagai berikut

Dalam SPSS, untuk perhitungan statistik uji Kruskal-Wallis mengikuti tahapan sebagai berikut:
1. Berikan kode numerik untuk variabel jarak yaitu 1 = jarak dekat, 2 = jarak sedang dan 3 jarak jauh. Data menit keterlambatan tidak perlu diperingkat, karena secara otomatis akan dilakukan oleh program SPSS.
2. Persiapkan worksheet dengan cara, buka program SPSS, klik Variable View. Akan muncul tampilan berikut:

http://junaidi-dummy.blogspot.com/2009/05/statistik-non-parametrik.html
Read More……

Model-Model Analisis Statistik Non-Parametrik (Seri 2. Non-Parametrik)

Sebagaimana yang dikemukakan pada tulisan sebelumnya, statistik nonparametrik adalah valid dengan asumsi yang longgar serta teorinya relatif luwes. Karenanya metode ini relatif serba bisa/serba guna, memiliki banyak alternatif prosedur dan diaplikasikan dalam banyak metode-metode analisis baru.

Mengingat banyaknya alternatif prosedur statistik non-parametrik menyebabkan berbagai literatur memberikan pengelompokan kategori statistik non parametrik dengan berbagai cara yang berbeda. Namun demikian, secara sederhana dan berdasarkan prosedur yang sering digunakan, uji-uji tersebut diantaranya dapat dikelompokkan atas kategori berikut:
• Prosedur untuk data dari sampel tunggal
• Prosedur untuk data dari dua kelompok atau lebih sampel bebas (independent)
• Prosedur untuk data dari dua kelompok atau lebih sampel berhubungan (dependent)
• Korelasi peringkat dan ukuran-ukuran asosiasi lainnya
1.Prosedur untuk data dari sampel tunggal
Prosedur bertujuan untuk menduga dan menguji hipotesis parameter populasi seperti ukuran nilai sentral. Dalam statistik parametrik, ukuran nilai sentral yang umum adalah rata-rata dan median, dan pengujian hipotesisnya menggunakan uji t. Namun demikian, uji t memiliki asumis bahwa populasi dari sampel yang diambil berdistribusi normal. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, akan mempengaruhi kesimpulan pengujian hipotesis.
Prosedur non parametrik untuk menduga nilai sentral untuk sampel tunggal ini diantaranya adalah uji tanda untuk sampel tunggal dan uji peringkat bertanda Wilcoxon. Selain pengukuran tendensi sentral, juga terdapat prosedur non parametrik lainnya untuk sampel tunggal dalam pengukuran proporsi populasi (yaitu uji binomial) dan uji kecenderungan (trend) data berdasarkan waktu (yaitu uji Cox-Stuart)
2. Prosedur untuk sampel independen.
Prosedur ini digunakan ketika kita ingin membandingkan dua variabel yang diukur dari sampel yang tidak sama (bebas). Misalnya sampel yang diambil berasal dari dua populasi yaitu populasi rumah pedagang sate dan populasi pedagang bakso, dan ingin membandingkan rata-rata pendapatan diantara kedua kelompok pedagang ini.
Dalam statistik parametrik, untuk membandingkan membandingkan nilai rata-rata dua kelompok independent, dapat digunakan uji t (t-test). Untuk nonparametrik, alternatif pengujiannya diantaranya adalah Wald-Wolfowitz runs test, Mann-Whitney U test dan Kolmogorov-Smirnov two-sample test. Selanjutnya, jika kelompok yang diperbandingkan lebih dari dua, dalam statistik parametrik dapat menggunakan analisis varians (ANOVA/MANOVA), dan pada statistik nonparametrik alternatifnya diantaranya adalah analisis varians satu arah berdasarkan peringkat Kruskal-Wallis dan Median test.
3. Prosedur untuk Sampel dependen.
Prosedur ini digunakan ketika ingin membandingkan dua variabel yang diukur dari sampel sama (berhubungan). Misalnya ingin mengetahui perbedaan produktivitas kerja, dengan pengukuran dilakukan pada sampel pekerja yang sama baik sebelum maupun sesudah pelatihan dilakukan.
Pada statistik parametrik, jika ingin membandingkan dua variabel yang diukur dalam sampel yang sama, dapat menggunakan uji t data berpasangan. Sebaliknya, alternatif non-parametrik untuk uji ini adalah Sign test dan Wilcoxon’s matched pairs test. Jika variabel diteliti bersifat dikotomi, dapat menggunakan McNemar’s Chi-Square test. Selanjutnya, jika terdapat lebih dari dua variabel, dalam statistik parametrik, dapat menggunakan ANOVA. Alternatif nonparametrik untuk metode ini adalah Friedman’s two-way analysis of variance dan Cochran Q test.
4. Korelasi Peringkat dan Ukuran-Ukuran Asosiasi Lainnya.
Dalam statistik parametrik ukuran korelasi yang umum digunakan adalah korelasi Product Moment Pearson. Diantara korelasi nonparametrik yang ekuivalen dengan koefisien korelasi standar ini dan umum digunakan adalah Spearman R, Kendal Tau dan coefficien Gamma. Selain ketiga pengukuran tersebut, Chi square yang berbasiskan tabel silang juga relatif populer digunakan dalam mengukur korelasi antar variabel.
http://junaidi-dummy.blogspot.com/2009/05/statistik-non-parametrik.html
Read More……

Pemahaman Dasar Statistik Non-Parametrik (Seri 1. Non-Parametrik)

tulisan kali ini akan mencoba mengantar ke pemahaman mengenai statistika non-parametrik, sebagai alternatif analisis statistik parametrik dalam pengolahan dan pengujian hipotesis untuk penelitian. Tulisan ini merupakan bagian awal dari tulisan berseri. Pada seri-seri berikutnya akan diberikan beberapa contoh kasus dan dan aplikasi perhitungannya secara manual serta penggunaan paket program statistik.
1. Antara Statistika Parametrik dan Nonparametri

Statistika pada dasarnya dapat dibagi atas Statistika Deskriptif dan Statistika Inferensial/Induktif. Statistika Deskriptif meliputi prosedur, proses dan tahapan dalam peringkasan hasil-hasil pengamatan secara kuantitatif. Dalam pengertian lain statistika deskriptif mempelajari cara-cara pengumpulan, penyusunan, dan penyajian data suatu penelitian. Tujuan utama dari statistika deskriptif adalah membantu menggambarkan fakta sehingga lebih mudah dibaca dan dipahami.
Statistika induktif adalah statistika yang terkait dengan penarikan kesimpulan serta pengambilan keputusan berdasarkan fakta. Dalam pengertian lain, statistika induktif juga didefinisikan sebagai statistika yang mempelajari cara-cara penarikan suatu kesimpulan dari suatu populasi tertentu berdasarkan sebagian data (sampel). Dalam penarikan kesimpulan tersebut, statistik induktif mengacu kepada suatu pengujian hipotesis tertentu.
Selanjutnya, dalam statistika induktif, berbagai prosedur dan uji statistik yang dapat digunakan pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yakni kelompok Statistik Parametrik dan kelompok Statistik Non-Parametrik. Uji Statistik Parametrik ialah suatu uji yang modelnya menetapkan adanya syarat-syarat tertentu (asumsi-asumsi) dari sebaran (distribusi) data populasinya. Statistika parametik lebih banyak digunakan untuk menganalisis data yang berskala interval dan rasio dengan dilandasi asumsi tertentu seperti normalitas. Oleh karenanya, makna hasil suatu uji parametrik tergantung pada validitas asumsi-asumsi tersebut. Selain itu, jika dilihat dari jumlah datanya, biasanya data berjumlah besar, sekurang-kurangnya lebih besar atau sama dengan 30 data.
Uji Statistik Non-Parametrik ialah suatu uji statistik yang tidak memerlukan adanya asumsi-asumsi mengenai sebaran data populasinya (belum diketahui sebaran datanya dan tidak perlu berdistribusi normal). Oleh karenanya statistik ini juga dikemukakan sebagai statistik bebas sebaran (tdk mensyaratkan bentuk sebaran parameter populasi, baik normal atau tidak). Statistika non-parametrik dapat digunakan untuk menganalisis data yang berskala Nominal atau Ordinal. Data berjenis Nominal dan Ordinal tidak menyebar normal. Dari segi data, pada dasarnya data berjumlah kecil, yakni kurang dari 30 data.
2. Keunggulan/Kekurangan Statistika Non-parametrik
2.1. Keunggulan
1. Asumsi dalam uji-uji statistik non-parametrik relatif lebih sedikit (lebih longgar). Jika pengujian data menunjukkan bahwa salah satu atau beberapa asumsi yang mendasari uji statistik parametrik (misalnya mengenai sifat distribusi data) tidak terpenuhi, maka statistik non-parametrik lebih sesuai diterapkan dibandingkan statistik parametrik.
2. Perhitungan-perhitungannya dapat dilaksanakan dengan cepat dan mudah, sehingga hasil pengkajian segera dapat disampaikan.
3. Untuk memahami konsep-konsep dan metode-metodenya tidak memerlukan dasar matematika serta statistika yang mendalam.
4. Uji-uji pada statistik non-parametrik dapat diterapkan jika kita menghadapi keterbatasan data yang tersedia, misalnya jika data telah diukur menggunakan skala pengukuran yang lemah (nominal atau ordinal).
5. Efisiensi teknik-teknik non-parametrik lebih tinggi dibandingkan dengan metode parametrik untuk jumlah sampel yang sedikit
2.2. Kekurangan
1. Jika asumsi uji statistik parametrik terpenuhi, penggunaan uji nonparametrik meskipun lebih cepat dan sederhana, akan menyebabkan pemborosan informasi.
2. Prinsip perhitungan dalam statistik non-parametrik memang relatif lebih sederhana, namun demikian proses/tahapan perhitungannya seringkali membutuhkan banyak tenaga serta membosankan.
3. Jika sampel besar, maka tingkat efisiensi non-parametrik relatif lebih rendah dibandingkan dengan metode parametric
http://junaidi-dummy.blogspot.com/2009/05/statistik-non-parametrik.html
Read More……

Selasa, 06 Mei 2008

Reformasi Pengelolaan Keuangan Daerah

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas perkenan-Nya kita dapat hadir disini dalam keadaan sehat wal’afiat pada acara “Workshop Reformasi Pengelolaan Keuangan Daerah” yang diselenggarakan atas kerjasama Pusat Pengembangan Akuntansi UNPAD dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat. Workshop ini sangat penting mengingat Pemerintah Daerah saat ini sedang dalam tahap mempersiapkan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APDB Tahun Anggaran 2005 yang baru saja berakhir.



Sesuai dengan tuntutan demokratisasi dan tata kelola yang baik (good governance), pemerintah terus melakukan usaha-usaha meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara baik pada pemerintah pusat maupun daerah. Sebagai landasan pelaksanaan reformasi pengelolaan keuangan, Pemerintah dengan persetujuan DPR-RI telah menetapkan satu paket UU di bidang keuangan negara yang berlaku untuk pemerintah pusat dan daerah. Pelaksanaan paket UU di bidang keuangan negara tersebut memerlukan kerja sama dari berbagai pihak, antara lain pihak eksekutif, DPR/DPRD maupun masyarakat.

Latar belakang lahirnya reformasi keuangan negara disebabkan oleh :
Pertama
:
Kelemahan di bidang peraturan perundang-undangan dimana UU dan peraturan yang ada sudah tidak kondusif dalam menghadapi persaingan global dan perwujudan good governance dan clean government.
Kedua
:
Kelemahan di bidang perencanaan dan penganggaran dimana pembuatan APBN/APBD tidak disesuaikan dengan perencanaan jangka panjang, sehingga kinerja pemerintah tidak dapat diukur, sementara akuntabilitas dan transparansi juga tidak dapat tercapai.
Ketiga
:
Kelemahan di bidang perbendaharaan dan akuntansi merupakan masalah yang sangat krusial karena menyangkut pertanggungjawaban keuangan masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan secara terbuka.
Keempat
:
Kelemahan di bidang auditing sangat dirasakan karena tidak ada tolak ukur atau standar audit yang dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan baik di tingkat pusat maupun daerah.

Paket UU di bidang keuangan negara memberikan paradigma baru dalam pengelolaan keuangan negara untuk mewujudkan tata kelola yang baik (good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean government). Paradigma lama/tradisional dalam pengelolaan keuangan negara didasarkan fundamental distrust, kontrol terhadap input relatif sangat ketat. Hal ini tercermin dari anggaran berdasarkan line item, kontrol terhadap komitmen, verifikasi yang ketat terhadap dokumen pembayaran, dan kontrol akuntansi.

Paradigma baru didasarkan pada hasil (performance) dari pelaksanaan kebijakan dan kegiatan. Paradigma ini antara lain memuat pengertian-pengertian baru yang menyangkut:
- Anggaran, adalah penjabaran dari rencana sesuai konsep money follows functions dan berdasarkan kinerja, bukan sebagai nilai pagu yang harus dicapai atau yang harus dihabiskan
- Penekanan pada kebijakan tidak sekedar peraturan yang kaku, rencana merupakan moving target yang dapat bergulir (kerangka pengeluaran jangka menengah) sesuai perkembangan kondisi;
- Klasifikasi anggaran menggunakan klasifikasi yang berlaku secara internasional
- Fleksibilitas pengelolaan keuangan, sesuai dengan konsep lets the managers manage;
- Akuntabilitas menekankan pada pengukuran kinerja, bukan kepada input dan proses, tetapi pada output dan outcome.

Strategi reformasi keuangan negara baik pada pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan berbasis yuridis-politis, hal ini dimaksudkan untuk menghindari inkonsistensi dan benturan antar berbagai kepentingan. Strategi reformasi pengelolaan keuangan negara meliputi reformasi di bidang perundang-undangan, penataan kelembagaan, pengembangan SDM, dan pengembangan sistem. Hal ini dimaksudkan agar reformasi keuangan dapat terarah dan terintegrasi, agar good governace dapat tercapai dengan baik.

Penyusunan UU di bidang keuangan negara didasarkan pada UUD 1945 yang merupakan prinsip-prinsip dasar pengelolaan keuangan negara. Aturan pokok tersebut dijabarkan dalam bentuk prinsip-prinsip umum pengelolaan keuangan negara yang berhubungan dengan hukum tata negara, tertuang dalam UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Selanjutnya yang menyangkut dasar penyusunan kaidah administratif pengelolaan keuangan negara mengacu pada hukum administrasi keuangan negara yang dituangkan dalam UU 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Sedangkan prinsip-prinsip umum pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dituangkan dalam UU 15 tahun 2004.

Dampak dari reformasi keuangan daerah adalah perubahan organisasi kelembagaan. Organisasi akan mengalami perubahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan, agar terdapat kejelasan wewenang dan tanggung jawab pengelola keuangan sesuai dengan konsep structure follows function. Struktur organisasi Pemda berubah sesuai dengan fungsi yang diperlukan.

Selanjutnya masalah SDM juga harus disiapkan, harus dilakukan antara lain dengan cara peningkatan profesionalisme SDM, pendidikan baik formal maupun non formal, pelatihan, penyuluhan, dan lokakarya untuk meningkatkan kualitas SDM.

Terakhir adalah Pengembangan sistem dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan meliputi perencanaan dan penganggaran, perbendaharaan dan akuntansi, sistem informasi keuangan daerah, dan auditing.

Seperti yang kita ketahui bersama, sesuai dengan dinamika konstitusi (UUD 1945) dilakukan pembenahan legal framework dengan penyusunan paket UU bidang keuangan negara; penyusunan peraturan pemerintah, peraturan daerah, dan peraturan pelaksananya. Saat ini sudah terdapat beberapa peraturan perundangan-undangan dan peraturan pemerintah yang menjadi landasan reformasi pengelolaan keuangan daerah, yaitu:
- UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
- UU 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
- UU 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
- UU 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
- UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
- UU 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
- PP 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah;
- PP 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;
- PP 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;
- PP 53 tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
- PP 54 tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah;
- PP 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan;
- PP 56 tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah;
- PP 57 tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah;
- PP 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Dari seluruh rangkaian UU dan PP yang ada sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2005, mungkin dirasakan sangat banyak dan membingungkan, bahkan kadang-kadang terasa saling tumpang tindih. Tetapi apabila kita cermati dan kembali kepada semangat reformasi keuangan negara, dapatlah kita secara bijak mengambil makna yang terkandung dalam masing-masing PP yang berkiblat pada rangkaian UU Keuangan tersebut di atas.

Sebagai ilustrasi, Implementasi PP 53 tahun 2005 pasal 60 (2) menyuratkan bahwa pengambilan keputusan terbuka termasuk : APBD; penetapan, perubahan, penghapusan pajak dan retribusi daerah; utang piutang, pinjaman dan pembebanan kepada daerah; BUMD; penghapusan tagihan sebagian atau seluruhnya; dan permintaan laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Makna pasal ini bagi para legislatif bahwa para anggota Dewan harus paham betul atas seluruh tatanan pertanggungjawaban Kepala Daerah, terutama pemahaman atas UU 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Selanjutnya PP 54 tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah, PP 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, PP 56 tahun 2005 tentang Sistem Informasi Daerah, PP 57 tahun 2005 tentang Hibah Kepala Daerah dan PP 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, juga harus ditaati dan diimplementasikan dengan baik, karena seluruh rangkaian PP tersebut berkaitan erat dengan rangkaian UU Keuangan Negara.

Khusus untuk PP 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang berhubungan erat dengan PP 24 tahun 2005 sangat relevan dilaksanakan dengan segera. Hal yang perlu dicermati dalam PP 58 tahun 2005 ini adalah Bab VIII tentang Penatausahaan Keuangan Daerah, Bagian Kelima tentang Akuntansi Keuangan Daerah, yang meliputi :
Pasal 96
:
(1) Pemerintahan daerah menyusun sistem akuntansi pemerintahan daerah yang mengacu kepada standar akuntansi pemerintahan [jo: pasal 153 ayat (4) : dilaksanakan bertahap mulai tahun anggaran 2007]
(2) Sistem akuntansi pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan kepala daerah mengacu pada peraturan daerah tentang pengelolaan keuangan daerah.
Pasal 97
:
Kepala daerah berdasarkan standar akuntansi pemerintahan menetapkan peraturan kepala daerah tentang kebijakan akuntansi. Untuk hal kebijakan akuntansi ini bergantung pada kesiapan Pemda dalam menerapkan akuntansi, sesuai Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor : 903/2429/SJ; tanggal 21 September 2005 perihal Pedoman Penyusunan APBD tahun anggaran 2006 dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tahun anggaran 2005. Selain itu kebijakan akuntansi juga bergantung pada pemahaman Pemda atas pengakuan, pengukuran dan penyajian transaksi sesuai dengan alternatif yang dimungkinkan oleh SAP.
Pasal 100
:
(1) Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang dan ekuitas dana termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya.
(2) PPKD menyusun laporan keuangan pemerintah daerah terdiri dari
a. Laporan Realisasi Anggaran;
b. Neraca;
c. Laporan Arus Kas; dan
d. Catatan atas Laporan Keuangan
(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan disajikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintah [jo: pasal 153 ayat (2) : dilaksanakan bertahap mulai tahun anggaran 2007].
(4) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan laporan ikhtisar realisasi kinerja dan laporan keuangan Badan Usaha Milik Daerah/Perusahaan Daerah.
(5) Laporan keuangan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun berdasarkan laporan keuangan SKPD.
(6) Laporan keuangan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada daerah dalam rangka memenuhi pertanggung jawaban pelaksana APBD.

Strategi Percepatan Reformasi Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan suatu keharusan yang dilakukan pelaksanaan reformasi pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan berdasarkan konsep pengelolaan keuangan sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan diatas dan memperhatikan kondisi daerah masing-masing. Pemerintah Daerah perlu mempersiapkan suatu grand design, action plan baik untuk jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek. Percepatan reformasi pengelolaan keuangan daerah saat ini terkendala oleh berbagai praktek akuntansi yang diterapkan oleh Pemda saat ini. Praktek Pemda saat ini tidak seragam, ada yang masih menggunakan manual administrasi keuangan daerah (MAKUDA) tahun 1981, sistem akuntansi yang berbasis SAKD versi tim Pokja 355/2001, Kepmendagri 29/2002, Sistem Akuntansi berbasis IPSAS, dan lain-lain.

Dengan terbitnya paket undang-undang dengan paradigma barunya, tentu saja pemerintah daerah tidak mudah menyesuaikannya, karena selama ini mengelola keuangan daerah dengan berdasarkan peraturan perundangan saja tanpa memperhatikan profesionalisme (compliance). Pemerintah daerah yang biasa menyusun dan menyajikan laporan keuangan berupa laporan perhitungan APBD dan nota perhitungan APBD tiba-tiba diharuskan menyusun dan menyajikan laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi pemerintahan. Padahal selama ini staf pemerintahan daerah tidak pernah mengenal sama sekali tentang praktek akuntansi, apalagi standar akuntansi pemerintahan yang juga merupakan barang baru bagi daerah sehingga sulit memahaminya. Disamping itu, dalam alam pikiran lama kita, standar akuntansi pemerintahan bukanlah merupakan kebutuhan untuk penyusunan laporan keuangan baik di Pemerintah Pusat maupun di Pemerintahan Daerah.
Berbagai konsekuensi yang ditimbulkan akibat reformasi keuangan daerah
1. Sumberdaya manusia, profesionalitas sumberdaya manusia mulai dari staf pelaksana sampai ke Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam memakai penerapan aturan di bidang pengelolaan keuangan daerah menjadi syarat mutlak Pemda dapat mengaplikasikan berbagai aturan di bidang keuangan. Pendidikan formal di bidang akuntansi bagi sumberdaya manusiua di setiap SKPD menjadi kebutuhan mutlak bagi setian Pemda. Penyegaran SDM akibat aplikasi peraturan baru melalui workshop dan pelatihan juga menjadi kebutuhan yang harus diagendakan setiap tahun. Penempatan sdm yang sesuai antara kualifikasi dengan tupoksi harys menjadi pertimbangan dalam mutasi dan promosi.
2. Konsekuensi keuangan. Compliance terhadap aturan di bidang pengelolaan keuangan berimplikasi pada antara lain tidak disetujuinya usulan pemanfaatan sesuai usulan SKPD pada saat proses evaluasi APBD oleh Propinsi bagi pemerintah kabupaten atau kota. Penyampaian laporan keuangan tidak tepat waktu menyebabkan tidak dicairkannya dana perimbangan oleh pemerintah pusat pada pemda yang bersangkutan. Ketidakpatuhan aturan di bidang keuangan menjadi temuan bagi pemeriksa yang berdampak pada kinerja SKPD yang selanjutnya mernjadi catatan bagi kinerja kepala daerah.
3. Konsekuensi hukum. Ketidakpatuhan terhadap aturan di bidang keuangan seperti yang marak terjadi di banyak Pemda menjadi sasaran bagi tuntutan hukum yang berdampak pada penanggungjawab pengguna anggaran yang selanjutnya menjadi catatan bagi kinerja kepala daerah. Laporan keuangan pemda yang tidak sesuai aturan di bidang keuangan menyulitkan pengukuran kinerja dan perencanaan pembangunan pada daerah di masa mendatang. Secara politis berkonsekuensi pada jabatan dan keanggotaan dewan.
Sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor 903/2429/SJ tanggal 21 September 2005 mengenai Pedoman Penyusunan APBD TA 2006, bagi daerah yang belum mampu menyusun dan menyajikan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA 2005 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, harus tetap menyajikannya dengan cara konversi dari format berdasarkan PP Nomor 105 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 ke format yang diilustrasikan dalam PP Nomor 24 Tahun 2005 tersebut. Artinya, Pemerintah Daerah diharapkan dapat menyajikan laporan keuangan TA 2005 sesuai dengan SAP meskipun penyusunannya masih mengacu pada PP Nomor 1005 Tahun 2000 jo Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002. Dalam hal ini, agar para pengguna laporan keuangan daerah khususnya pemeriksa dapat menggunakan secara maksimal laporan keuangan tersebut, maka khusus untuk TA 2005, karena APBD dan pelaksanaan tata usaha keuangannya masih menggunakan pola lama, maka Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD juga masih menggunakan format PP Nomor 1005 Tahun 2000 jo Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002, namun dilampiri dengan laporan keuangan berdasarkan hasil konversi. Secara teknik, dalam Raperda dalam salah satu pasalnya secara eksplisit menyebutkan tentang adanya Lampiran mengenai Hasil Konversi Laporan Keuangan tersebut. Kebijakan ini diambil mengingat kemampuan daerah tidak sama, sehingga bagi daerah yang karena sesuatu hal benar-benar tidak dapat menyajikan Laporan Keuangan Hasil Konversi tidak akan mengganggu proses penetapan Perda bagi daerah yang bersangkutan.

Mengenai bagaimana cara mengkonversi laporan keuangan berdasarkan format lama ke format baru, KSAP telah menerbitkan Buletin Teknis tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan berdasarkan SAP hasil Konversi. Dengan demikian peranan Dewan sebagai fungsi legislatif dapat secara optimal melaksankan fungsi pengawasan dengan cara mengevaluasi hasil pertanggungjawaban dan dapat menetapkan kinerja pemerintah daerah secara profesional dan transparan, sehingga harapan masyarakat atas good governance dapat tercapai dengan segera. Selain itu, diharapkan pada saat Badan Pemeriksa Keuangan RI mengaudit Pemda sudah tersedia laporan pertanggungjawaban keuangan dan anggaran yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, sehingga hasil auditnya tidak lagi beropini disclaimer.

Selamat mengikuti workshop ini, semoga apa yang diperoleh dapat bermanfaat untuk perkembangan reformasi keuangan daerah di negara tercinta ini.


Wabillahittaufik Wal Hidayat, Wassalamualaikum Wr.Wb.



Oleh : Dr. Ilya Avianti, SE.,Msi., Ak
Read More……

Selasa, 01 April 2008

statistika, kenalan

pa seh Statistika, hmm makanan po…*halah diotak kok adanya makanan aza neh*..makane perkenalkan..tattataraaaa…


Salah satu definisi menyebutkan bahwa statistik adalah metode ilmiah untuk menyusun, meringkas, menyajikan dan menganalisa data, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang benar dan dapat dibuat keputusan yang masuk akal berdasarkan data tersebut.


Kalo di wikipedia. Statistika adalah ilmu yang mempelajari bagaimana merencanakan, mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi, dan mempresentasikan data. Singkatnya, statistika adalah ilmu yang berkenaan dengan data.
Nah di wiki ini juga djelasin sejarah statistika klik disini tuk liat di wikipedia. Atau kalo males nglink lagi aku copiin neh dari wiki…*matursuwun wikipedia*
Penggunaan istilah statistika berakar dari istilah istilah dalam bahasa latin moderen statisticum collegium ("dewan negara") dan bahasa Italia statista ("negarawan" atau "politikus").
Gottfried Achenwall (1749) menggunakan Statistik dalam bahasa Jerman untuk pertama kalinya sebagai nama bagi kegiatan analisis data kenegaraan, dengan mengartikannya sebagai "ilmu tentang negara (state)". Pada awal abad ke-19 telah terjadi pergeseran arti menjadi "ilmu mengenai pengumpulan dan klasifikasi data". Sir John Sinclair memperkenalkan nama (Statistics) dan pengertian ini ke dalam bahasa Inggris. Jadi, statistika secara prinsip mula-mula hanya mengurus data yang dipakai lembaga-lembaga administratif dan pemerintahan. Pengumpulan data terus berlanjut, khususnya melalui sensus yang dilakukan secara teratur untuk memberi informasi kependudukan yang berubah setiap saat.
Pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 statistika mulai banyak menggunakan bidang-bidang dalam matematika, terutama probabilitas. Cabang statistika yang pada saat ini sangat luas digunakan untuk mendukung metode ilmiah, statistika inferensi, dikembangkan pada paruh kedua abad ke-19 dan awal abad ke-20 oleh Ronald Fisher (peletak dasar statistika inferensi), Karl Pearson (metode regresi linear), dan William Sealey Gosset (meneliti problem sampel berukuran kecil). Penggunaan statistika pada masa sekarang dapat dikatakan telah menyentuh semua bidang ilmu pengetahuan, mulai dari astronomi hingga linguistika. Bidang-bidang ekonomi, biologi dan cabang-cabang terapannya, serta psikologi banyak dipengaruhi oleh statistika dalam metodologinya. Akibatnya lahirlah ilmu-ilmu gabungan seperti ekonometrika, biometrika (atau biostatistika), dan psikometrika.
Meskipun ada kubu yang menganggap statistika sebagai cabang dari matematika, tetapi orang lebih banyak menganggap statistika sebagai bidang yang banyak terkait dengan matematika melihat dari sejarah dan aplikasinya. Di Indonesia, kajian statistika sebagian besar masuk dalam fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam, baik di dalam departemen tersendiri maupun tergabung dengan matematika (http://statutorial.blogspot.com
Read More……