Selasa, 06 Mei 2008

Reformasi Pengelolaan Keuangan Daerah

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas perkenan-Nya kita dapat hadir disini dalam keadaan sehat wal’afiat pada acara “Workshop Reformasi Pengelolaan Keuangan Daerah” yang diselenggarakan atas kerjasama Pusat Pengembangan Akuntansi UNPAD dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat. Workshop ini sangat penting mengingat Pemerintah Daerah saat ini sedang dalam tahap mempersiapkan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APDB Tahun Anggaran 2005 yang baru saja berakhir.



Sesuai dengan tuntutan demokratisasi dan tata kelola yang baik (good governance), pemerintah terus melakukan usaha-usaha meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara baik pada pemerintah pusat maupun daerah. Sebagai landasan pelaksanaan reformasi pengelolaan keuangan, Pemerintah dengan persetujuan DPR-RI telah menetapkan satu paket UU di bidang keuangan negara yang berlaku untuk pemerintah pusat dan daerah. Pelaksanaan paket UU di bidang keuangan negara tersebut memerlukan kerja sama dari berbagai pihak, antara lain pihak eksekutif, DPR/DPRD maupun masyarakat.

Latar belakang lahirnya reformasi keuangan negara disebabkan oleh :
Pertama
:
Kelemahan di bidang peraturan perundang-undangan dimana UU dan peraturan yang ada sudah tidak kondusif dalam menghadapi persaingan global dan perwujudan good governance dan clean government.
Kedua
:
Kelemahan di bidang perencanaan dan penganggaran dimana pembuatan APBN/APBD tidak disesuaikan dengan perencanaan jangka panjang, sehingga kinerja pemerintah tidak dapat diukur, sementara akuntabilitas dan transparansi juga tidak dapat tercapai.
Ketiga
:
Kelemahan di bidang perbendaharaan dan akuntansi merupakan masalah yang sangat krusial karena menyangkut pertanggungjawaban keuangan masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan secara terbuka.
Keempat
:
Kelemahan di bidang auditing sangat dirasakan karena tidak ada tolak ukur atau standar audit yang dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan baik di tingkat pusat maupun daerah.

Paket UU di bidang keuangan negara memberikan paradigma baru dalam pengelolaan keuangan negara untuk mewujudkan tata kelola yang baik (good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean government). Paradigma lama/tradisional dalam pengelolaan keuangan negara didasarkan fundamental distrust, kontrol terhadap input relatif sangat ketat. Hal ini tercermin dari anggaran berdasarkan line item, kontrol terhadap komitmen, verifikasi yang ketat terhadap dokumen pembayaran, dan kontrol akuntansi.

Paradigma baru didasarkan pada hasil (performance) dari pelaksanaan kebijakan dan kegiatan. Paradigma ini antara lain memuat pengertian-pengertian baru yang menyangkut:
- Anggaran, adalah penjabaran dari rencana sesuai konsep money follows functions dan berdasarkan kinerja, bukan sebagai nilai pagu yang harus dicapai atau yang harus dihabiskan
- Penekanan pada kebijakan tidak sekedar peraturan yang kaku, rencana merupakan moving target yang dapat bergulir (kerangka pengeluaran jangka menengah) sesuai perkembangan kondisi;
- Klasifikasi anggaran menggunakan klasifikasi yang berlaku secara internasional
- Fleksibilitas pengelolaan keuangan, sesuai dengan konsep lets the managers manage;
- Akuntabilitas menekankan pada pengukuran kinerja, bukan kepada input dan proses, tetapi pada output dan outcome.

Strategi reformasi keuangan negara baik pada pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan berbasis yuridis-politis, hal ini dimaksudkan untuk menghindari inkonsistensi dan benturan antar berbagai kepentingan. Strategi reformasi pengelolaan keuangan negara meliputi reformasi di bidang perundang-undangan, penataan kelembagaan, pengembangan SDM, dan pengembangan sistem. Hal ini dimaksudkan agar reformasi keuangan dapat terarah dan terintegrasi, agar good governace dapat tercapai dengan baik.

Penyusunan UU di bidang keuangan negara didasarkan pada UUD 1945 yang merupakan prinsip-prinsip dasar pengelolaan keuangan negara. Aturan pokok tersebut dijabarkan dalam bentuk prinsip-prinsip umum pengelolaan keuangan negara yang berhubungan dengan hukum tata negara, tertuang dalam UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Selanjutnya yang menyangkut dasar penyusunan kaidah administratif pengelolaan keuangan negara mengacu pada hukum administrasi keuangan negara yang dituangkan dalam UU 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Sedangkan prinsip-prinsip umum pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dituangkan dalam UU 15 tahun 2004.

Dampak dari reformasi keuangan daerah adalah perubahan organisasi kelembagaan. Organisasi akan mengalami perubahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan, agar terdapat kejelasan wewenang dan tanggung jawab pengelola keuangan sesuai dengan konsep structure follows function. Struktur organisasi Pemda berubah sesuai dengan fungsi yang diperlukan.

Selanjutnya masalah SDM juga harus disiapkan, harus dilakukan antara lain dengan cara peningkatan profesionalisme SDM, pendidikan baik formal maupun non formal, pelatihan, penyuluhan, dan lokakarya untuk meningkatkan kualitas SDM.

Terakhir adalah Pengembangan sistem dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan meliputi perencanaan dan penganggaran, perbendaharaan dan akuntansi, sistem informasi keuangan daerah, dan auditing.

Seperti yang kita ketahui bersama, sesuai dengan dinamika konstitusi (UUD 1945) dilakukan pembenahan legal framework dengan penyusunan paket UU bidang keuangan negara; penyusunan peraturan pemerintah, peraturan daerah, dan peraturan pelaksananya. Saat ini sudah terdapat beberapa peraturan perundangan-undangan dan peraturan pemerintah yang menjadi landasan reformasi pengelolaan keuangan daerah, yaitu:
- UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
- UU 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
- UU 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
- UU 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
- UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
- UU 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
- PP 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah;
- PP 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;
- PP 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;
- PP 53 tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
- PP 54 tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah;
- PP 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan;
- PP 56 tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah;
- PP 57 tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah;
- PP 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Dari seluruh rangkaian UU dan PP yang ada sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2005, mungkin dirasakan sangat banyak dan membingungkan, bahkan kadang-kadang terasa saling tumpang tindih. Tetapi apabila kita cermati dan kembali kepada semangat reformasi keuangan negara, dapatlah kita secara bijak mengambil makna yang terkandung dalam masing-masing PP yang berkiblat pada rangkaian UU Keuangan tersebut di atas.

Sebagai ilustrasi, Implementasi PP 53 tahun 2005 pasal 60 (2) menyuratkan bahwa pengambilan keputusan terbuka termasuk : APBD; penetapan, perubahan, penghapusan pajak dan retribusi daerah; utang piutang, pinjaman dan pembebanan kepada daerah; BUMD; penghapusan tagihan sebagian atau seluruhnya; dan permintaan laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Makna pasal ini bagi para legislatif bahwa para anggota Dewan harus paham betul atas seluruh tatanan pertanggungjawaban Kepala Daerah, terutama pemahaman atas UU 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Selanjutnya PP 54 tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah, PP 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, PP 56 tahun 2005 tentang Sistem Informasi Daerah, PP 57 tahun 2005 tentang Hibah Kepala Daerah dan PP 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, juga harus ditaati dan diimplementasikan dengan baik, karena seluruh rangkaian PP tersebut berkaitan erat dengan rangkaian UU Keuangan Negara.

Khusus untuk PP 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang berhubungan erat dengan PP 24 tahun 2005 sangat relevan dilaksanakan dengan segera. Hal yang perlu dicermati dalam PP 58 tahun 2005 ini adalah Bab VIII tentang Penatausahaan Keuangan Daerah, Bagian Kelima tentang Akuntansi Keuangan Daerah, yang meliputi :
Pasal 96
:
(1) Pemerintahan daerah menyusun sistem akuntansi pemerintahan daerah yang mengacu kepada standar akuntansi pemerintahan [jo: pasal 153 ayat (4) : dilaksanakan bertahap mulai tahun anggaran 2007]
(2) Sistem akuntansi pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan kepala daerah mengacu pada peraturan daerah tentang pengelolaan keuangan daerah.
Pasal 97
:
Kepala daerah berdasarkan standar akuntansi pemerintahan menetapkan peraturan kepala daerah tentang kebijakan akuntansi. Untuk hal kebijakan akuntansi ini bergantung pada kesiapan Pemda dalam menerapkan akuntansi, sesuai Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor : 903/2429/SJ; tanggal 21 September 2005 perihal Pedoman Penyusunan APBD tahun anggaran 2006 dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tahun anggaran 2005. Selain itu kebijakan akuntansi juga bergantung pada pemahaman Pemda atas pengakuan, pengukuran dan penyajian transaksi sesuai dengan alternatif yang dimungkinkan oleh SAP.
Pasal 100
:
(1) Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang dan ekuitas dana termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya.
(2) PPKD menyusun laporan keuangan pemerintah daerah terdiri dari
a. Laporan Realisasi Anggaran;
b. Neraca;
c. Laporan Arus Kas; dan
d. Catatan atas Laporan Keuangan
(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan disajikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintah [jo: pasal 153 ayat (2) : dilaksanakan bertahap mulai tahun anggaran 2007].
(4) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan laporan ikhtisar realisasi kinerja dan laporan keuangan Badan Usaha Milik Daerah/Perusahaan Daerah.
(5) Laporan keuangan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun berdasarkan laporan keuangan SKPD.
(6) Laporan keuangan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada daerah dalam rangka memenuhi pertanggung jawaban pelaksana APBD.

Strategi Percepatan Reformasi Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan suatu keharusan yang dilakukan pelaksanaan reformasi pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan berdasarkan konsep pengelolaan keuangan sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan diatas dan memperhatikan kondisi daerah masing-masing. Pemerintah Daerah perlu mempersiapkan suatu grand design, action plan baik untuk jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek. Percepatan reformasi pengelolaan keuangan daerah saat ini terkendala oleh berbagai praktek akuntansi yang diterapkan oleh Pemda saat ini. Praktek Pemda saat ini tidak seragam, ada yang masih menggunakan manual administrasi keuangan daerah (MAKUDA) tahun 1981, sistem akuntansi yang berbasis SAKD versi tim Pokja 355/2001, Kepmendagri 29/2002, Sistem Akuntansi berbasis IPSAS, dan lain-lain.

Dengan terbitnya paket undang-undang dengan paradigma barunya, tentu saja pemerintah daerah tidak mudah menyesuaikannya, karena selama ini mengelola keuangan daerah dengan berdasarkan peraturan perundangan saja tanpa memperhatikan profesionalisme (compliance). Pemerintah daerah yang biasa menyusun dan menyajikan laporan keuangan berupa laporan perhitungan APBD dan nota perhitungan APBD tiba-tiba diharuskan menyusun dan menyajikan laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi pemerintahan. Padahal selama ini staf pemerintahan daerah tidak pernah mengenal sama sekali tentang praktek akuntansi, apalagi standar akuntansi pemerintahan yang juga merupakan barang baru bagi daerah sehingga sulit memahaminya. Disamping itu, dalam alam pikiran lama kita, standar akuntansi pemerintahan bukanlah merupakan kebutuhan untuk penyusunan laporan keuangan baik di Pemerintah Pusat maupun di Pemerintahan Daerah.
Berbagai konsekuensi yang ditimbulkan akibat reformasi keuangan daerah
1. Sumberdaya manusia, profesionalitas sumberdaya manusia mulai dari staf pelaksana sampai ke Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam memakai penerapan aturan di bidang pengelolaan keuangan daerah menjadi syarat mutlak Pemda dapat mengaplikasikan berbagai aturan di bidang keuangan. Pendidikan formal di bidang akuntansi bagi sumberdaya manusiua di setiap SKPD menjadi kebutuhan mutlak bagi setian Pemda. Penyegaran SDM akibat aplikasi peraturan baru melalui workshop dan pelatihan juga menjadi kebutuhan yang harus diagendakan setiap tahun. Penempatan sdm yang sesuai antara kualifikasi dengan tupoksi harys menjadi pertimbangan dalam mutasi dan promosi.
2. Konsekuensi keuangan. Compliance terhadap aturan di bidang pengelolaan keuangan berimplikasi pada antara lain tidak disetujuinya usulan pemanfaatan sesuai usulan SKPD pada saat proses evaluasi APBD oleh Propinsi bagi pemerintah kabupaten atau kota. Penyampaian laporan keuangan tidak tepat waktu menyebabkan tidak dicairkannya dana perimbangan oleh pemerintah pusat pada pemda yang bersangkutan. Ketidakpatuhan aturan di bidang keuangan menjadi temuan bagi pemeriksa yang berdampak pada kinerja SKPD yang selanjutnya mernjadi catatan bagi kinerja kepala daerah.
3. Konsekuensi hukum. Ketidakpatuhan terhadap aturan di bidang keuangan seperti yang marak terjadi di banyak Pemda menjadi sasaran bagi tuntutan hukum yang berdampak pada penanggungjawab pengguna anggaran yang selanjutnya menjadi catatan bagi kinerja kepala daerah. Laporan keuangan pemda yang tidak sesuai aturan di bidang keuangan menyulitkan pengukuran kinerja dan perencanaan pembangunan pada daerah di masa mendatang. Secara politis berkonsekuensi pada jabatan dan keanggotaan dewan.
Sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor 903/2429/SJ tanggal 21 September 2005 mengenai Pedoman Penyusunan APBD TA 2006, bagi daerah yang belum mampu menyusun dan menyajikan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA 2005 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, harus tetap menyajikannya dengan cara konversi dari format berdasarkan PP Nomor 105 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 ke format yang diilustrasikan dalam PP Nomor 24 Tahun 2005 tersebut. Artinya, Pemerintah Daerah diharapkan dapat menyajikan laporan keuangan TA 2005 sesuai dengan SAP meskipun penyusunannya masih mengacu pada PP Nomor 1005 Tahun 2000 jo Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002. Dalam hal ini, agar para pengguna laporan keuangan daerah khususnya pemeriksa dapat menggunakan secara maksimal laporan keuangan tersebut, maka khusus untuk TA 2005, karena APBD dan pelaksanaan tata usaha keuangannya masih menggunakan pola lama, maka Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD juga masih menggunakan format PP Nomor 1005 Tahun 2000 jo Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002, namun dilampiri dengan laporan keuangan berdasarkan hasil konversi. Secara teknik, dalam Raperda dalam salah satu pasalnya secara eksplisit menyebutkan tentang adanya Lampiran mengenai Hasil Konversi Laporan Keuangan tersebut. Kebijakan ini diambil mengingat kemampuan daerah tidak sama, sehingga bagi daerah yang karena sesuatu hal benar-benar tidak dapat menyajikan Laporan Keuangan Hasil Konversi tidak akan mengganggu proses penetapan Perda bagi daerah yang bersangkutan.

Mengenai bagaimana cara mengkonversi laporan keuangan berdasarkan format lama ke format baru, KSAP telah menerbitkan Buletin Teknis tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan berdasarkan SAP hasil Konversi. Dengan demikian peranan Dewan sebagai fungsi legislatif dapat secara optimal melaksankan fungsi pengawasan dengan cara mengevaluasi hasil pertanggungjawaban dan dapat menetapkan kinerja pemerintah daerah secara profesional dan transparan, sehingga harapan masyarakat atas good governance dapat tercapai dengan segera. Selain itu, diharapkan pada saat Badan Pemeriksa Keuangan RI mengaudit Pemda sudah tersedia laporan pertanggungjawaban keuangan dan anggaran yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, sehingga hasil auditnya tidak lagi beropini disclaimer.

Selamat mengikuti workshop ini, semoga apa yang diperoleh dapat bermanfaat untuk perkembangan reformasi keuangan daerah di negara tercinta ini.


Wabillahittaufik Wal Hidayat, Wassalamualaikum Wr.Wb.



Oleh : Dr. Ilya Avianti, SE.,Msi., Ak
Read More……

Selasa, 01 April 2008

statistika, kenalan

pa seh Statistika, hmm makanan po…*halah diotak kok adanya makanan aza neh*..makane perkenalkan..tattataraaaa…


Salah satu definisi menyebutkan bahwa statistik adalah metode ilmiah untuk menyusun, meringkas, menyajikan dan menganalisa data, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang benar dan dapat dibuat keputusan yang masuk akal berdasarkan data tersebut.


Kalo di wikipedia. Statistika adalah ilmu yang mempelajari bagaimana merencanakan, mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi, dan mempresentasikan data. Singkatnya, statistika adalah ilmu yang berkenaan dengan data.
Nah di wiki ini juga djelasin sejarah statistika klik disini tuk liat di wikipedia. Atau kalo males nglink lagi aku copiin neh dari wiki…*matursuwun wikipedia*
Penggunaan istilah statistika berakar dari istilah istilah dalam bahasa latin moderen statisticum collegium ("dewan negara") dan bahasa Italia statista ("negarawan" atau "politikus").
Gottfried Achenwall (1749) menggunakan Statistik dalam bahasa Jerman untuk pertama kalinya sebagai nama bagi kegiatan analisis data kenegaraan, dengan mengartikannya sebagai "ilmu tentang negara (state)". Pada awal abad ke-19 telah terjadi pergeseran arti menjadi "ilmu mengenai pengumpulan dan klasifikasi data". Sir John Sinclair memperkenalkan nama (Statistics) dan pengertian ini ke dalam bahasa Inggris. Jadi, statistika secara prinsip mula-mula hanya mengurus data yang dipakai lembaga-lembaga administratif dan pemerintahan. Pengumpulan data terus berlanjut, khususnya melalui sensus yang dilakukan secara teratur untuk memberi informasi kependudukan yang berubah setiap saat.
Pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 statistika mulai banyak menggunakan bidang-bidang dalam matematika, terutama probabilitas. Cabang statistika yang pada saat ini sangat luas digunakan untuk mendukung metode ilmiah, statistika inferensi, dikembangkan pada paruh kedua abad ke-19 dan awal abad ke-20 oleh Ronald Fisher (peletak dasar statistika inferensi), Karl Pearson (metode regresi linear), dan William Sealey Gosset (meneliti problem sampel berukuran kecil). Penggunaan statistika pada masa sekarang dapat dikatakan telah menyentuh semua bidang ilmu pengetahuan, mulai dari astronomi hingga linguistika. Bidang-bidang ekonomi, biologi dan cabang-cabang terapannya, serta psikologi banyak dipengaruhi oleh statistika dalam metodologinya. Akibatnya lahirlah ilmu-ilmu gabungan seperti ekonometrika, biometrika (atau biostatistika), dan psikometrika.
Meskipun ada kubu yang menganggap statistika sebagai cabang dari matematika, tetapi orang lebih banyak menganggap statistika sebagai bidang yang banyak terkait dengan matematika melihat dari sejarah dan aplikasinya. Di Indonesia, kajian statistika sebagian besar masuk dalam fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam, baik di dalam departemen tersendiri maupun tergabung dengan matematika (http://statutorial.blogspot.com
Read More……